Rasanya tidak lengkap kalau tidak berkunjung ke Museum yang satu ini dalam perjalanan di Banda Aceh. Museum yang khusus dibangun untuk mengenang terjadinya bencana Tsunami di Aceh pada tanggal 24 Desember 2004 dan menelan korban jiwa lebih kurang 240.000 orang terletak di pusat kota Banda Aceh serta tidak terlalu jauh dari Mesjid Raya Banda Aceh.
Dengan mengambil desain rumah khas Aceh, Rumoh Aceh, museum ini dibangun dengan 3 alasan, yaitu untuk mengenang korban bencana, pusat pendidikan bagi generasi muda tentang keselamatan dan pusat evakuasi apabila terjadi Tsunami kembali. Melihat arsitekturnya saja dari luar membuat kita tertarik dan penasaran untuk melongok isi dalamnya. Seperti apa sih isinya museum yang satu ini...?
Mari kita berkeliling...
Mari kita berkeliling...
Sesaat akan memasuki pintu masuk utama bangunan museum, langkah saya pun terhenti oleh Helikopter Polda NAD yang menjadi korban keganasan Tsunami kala itu. Helikopter yang telah menjadi puing tersebut pun menjadi saksi bisu atas bencana yang terjadi pada hari Minggu pagi di bulan Desember 2004.
Memasuki bangunan museum kita akan disambut dengan senandung lirih syair dalam bahasa Aceh yang mendayu - dayu melagukan kesedihan. Anda akan diajak untuk merasakan sedikit suasana ketika Tsunami melanda Tanah Rencong ini. Ada lorong sempit yang menuntun langkah anda dengan pencahayaan yang temaram dengan air yang mengalir di kedua sisi dinding lorong mirip air terjun. Ada suara gemuruh air untuk menambah dramatisnya suasana dalam lorong. Jujur, saya agak merinding juga merasakan suasananya. Namun, saya tidak sempat mengabadikan lorong ini karena harus menyelamatkan kamera untuk tidak terkena cipratan air. Apalagi kamera yang saya pakai kali ini merupakan pinjaman dari sahabat di Banda Aceh karena kamera yang biasanya menemani perjalanan dalam kondisi low batt. Diujung lorong sudah menanti ruangan yang dipenuhi dengan banyak layar multimedia. Setiap pengunjung dapat menggunakan monitor multimedia ini yang berisikan slideshow photo / gambar ketika Tsunami melanda Nanggroe. Berair mata ini ketika menyaksikan potongan - potongan peristiwa 7 tahun silam itu.
Tidak berlama - lama di ruang multimedia, saya pun melanjutkan kunjungan ke ruangan yang lain dalam museum ini. Ruangan berikutnya adalah Chamber of Blessing atau Sumur Doa. Ruangan ini berbentuk kubah dan di puncaknya bertuliskan lafadz Allah. Dindingnya terisi setengah dengan nama - nama korban Tsunami. Dengan pencahayaan yang minimalis dan lantunan ayat suci Al Quran, para pengunjung diharapkan dapat merapal doa secara khusyuk buat para korban yang telah berpulang akibat musibah Tsunami Aceh.
Selanjutnya saya pun menuju ke Lantai 2 bangunan Museum. Melewati lorong dan jembatan yang menghubungkan lantai 1 dan lantai 2 dengan kolam yang berada di bawahnya. Di kanan dan kiri kolam disiapkan tempat para pengunjung beristirahat sambil menikmati makanan serta minuman yang disediakan oleh cafetaria museum.
Di lantai 2 ini ada beberapa ruangan yang dapat dikunjungi. Salah satunya adalah mini theatre, tempat pemutaran film pendek berdurasi sekitar 9 - 15 menit. Karena keterbatasan waktu, akhirnya saya memutuskan untuk tidak menyaksikan film tersebut. Saya simpan untuk kunjungan berikutnya saja, mudah - mudahan masih diberikan kesempatan ya..Ruangan yang terletak di sebelah mini theatre adalah ruangan photo. Disini anda dapat melihat rekaman peristiwa Tsunami Aceh dalam bingkai - bingkai photo.
Selanjutnya anda dapat juga menikmati miniatur ataupun replika dari saksi bisu Tsunami Aceh yang saat ini benda aslinya berada di beberapa tempat di Banda Aceh, seperti PLTD Apung milik PLN, Mesjid Baiturrahim yang dinobatkan sebagai Ground Zero Tsunami Aceh dan kapal Nelayan yang saat Tsunami terjadi sedang melaut.
Sepeda motor milik warga ini pun turut menyaksikan betapa dasyatnya Tsunami menyapu Banda Aceh.
Anda juga akan menjumpai kendaraan yang dipergunakan untuk mendistribusikan bantuan pasca Tsunami yang parkir di halaman depan museum.
Berdasarkan informasi yang berhasil saya googling, desain Museum Tsunami Aceh ini merupakan hasil karya M. Ridwan Kamil dengan nama Rumoh Aceh as Escape Hill dan berhasil menyisihkan 68 desain lainnya. Pola yang terlihat di luar bangunan Museum terinspirasi dari Tari Saman yang melambangkan konsep hubungan antar manusia.
Terima kasih kepada Abangda Deddy Sunandar Mahfudz atas pinjaman kamera Nikon D90 nya untuk mengabadikan kunjungan kali ini. Selain itu juga terima kasih kepada sahabat saya, Marwan Hakim, yang telah mendampingi dalam tour Banda Aceh - Sabang. Posting ini merupakan salah satu bagian perjalanan Banda Aceh - Sabang, NAD 2011.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar