Setelah
menjelajahi Trawangan nan indah dan eksotik, saya pun bergegas untuk menggapai
Meno. Gili atau pulau yang satu ini
berada di depan mata dan tak jauh jaraknya dari Trawangan. Dengan menaiki perahu milik Pak Zul yang
telah disewa seharian untuk berkeliling di Gili Amatra, perjalanan ke Meno dari
Trawangan pun kami tempuh dalam waktu 15 menit.
Walaupun kantuk sempat hinggap tak kala perahu melaju ke Meno, namun
lansekap Meno yang jauh lebih alami dan tak seriuh Trawangan mampu
mengembalikan gairah untuk merayapi pulau kecil ini.
Pantainya yang landai dan jernih ditimpali dengan pasir putih nan halus menyambut langkah saya di Meno. Bila anda ingin menyepi dari gaduhnya Senggigi ataupun Trawangan, Meno adalah pilihan yang tepat. Walaupun telah terdapat beberapa penginapan yang asri, namun jumlahnya tak sebanyak di Trawangan. Pantainya pun masih dibiarkan alami, jauh dari tenda ataupun meja kursi cafe yang banyak ditemukan di sepanjang pantai Trawangan. Tak heran bila beberapa wisatawan mancanegara pun memilih Meno untuk melumat lara dan gulana mereka.
Dalam perjalanan
menyusuri jalanan berpasir pulau ini, saya mendapati cidomo yang sedang menanti
wisatawan yang ingin berkeliling. Saya
memilih mengelana di pulau ini dengan berjalan kaki saja, menyusuri pantainya yang
sunyi dan merasakan pasir pantainya yang halus menegur telapak kaki saya. Tak banyak aktivitas di gili ini, berbeda
sekali dengan saudaranya, Trawangan,
yang lebih sesak dan gemuruh.
Suasananya yang tenang, sunyi serta jauh dari hingar bingar modernitas
membuat kaki ini ingin berhenti melangkah, beristirahat sejenak dan bercumbu
dengan rasa malas yang sedari tadi telah menyelimuti diri ini. Memicingkan mata sekejap sambil menikmati
deburan ombak yang menghantam pantai serta membiarkan semilir angin meraba
kulit ini. Nikmatnya....
Beberapa
wisatawan mancanegara terlihat menikmati alaminya pantai Meno dengan caranya
masing – masing. Adanya yang sekedar
berjemur atau berjalan menyusuri garis pantai.
Tapi ada juga yang hot hingga lupa daratan, seperti pasangan wisatawan
yang saya temui ketika akan kembali ke perahu untuk melanjutkan perjalanan. Sebuah pemandangan yang tak pantas disaksikan
bocah di bawah umur. Bayangkan saja, Si pria bule ini tidak peduli dengan
wisawatan lainnya yang berlalu lalang dan tetap konsentrasi melumat bibir wanita
bule yang tengah berbaring dengan bikini.
Masing – masing orang ternyata punya selera sendiri dalam menikmati
sepinya alam Meno ini.
45 menit merasakan asri dan alaminya alam Meno, saya
pun memutuskan untuk melanjutkan ke gili yang terakhir dari petulangan hari
ini. Gili Air. Pulau kecil ini pun sudah menanti di depan
mata. Terima kasih Meno yang telah
bersedia menerima lara dan gulana pengunjungmu.
Secercah harap di hati saya, semoga Meno tetap menjaga dirinya
senantiasa asri, alami dan sepi.
Meno, I love you full....
Meno, I love you full....
Daerah NTB memang menyimpan potensi luar biasa... sayang aku denger harus hati2 dengan barang banyak kasus wisatawan kecurian entah bener atau gak...
BalasHapusOm Baktiar yang baik,
HapusTks telah mampir di blog ini. NTB memang luar biasa. Sepakat dengan On Baktiar...Saya sendiri pengen sekali punya banyak waktu utk menelusuri keindahan alamnya satu per satu. Termasuk menyebrang ke NTT. Tulisan Om Baktiar di blog cukup provokatif, saya sendiri berharap berkesempatan berlabuh di NTT. Soal masalah kehilangan di NTB saya malah blm pernah dengar. Mudah2an hanya isu saja ya Om sehingga tdk mengganggu pariwisata kita.
Kalo siang meno mmg mengairahkan untuk di singgahin karena tidak terlalu rame.
BalasHapusTapi kalo malam, saat nya bersorak gembira di trawangan. Mari bergoyang sampe pagi hahaha.
Btw sewa perahu keliling 3 gili kena brp mas ???